Jambi,niagaindo.com – Tiga terdakwa, dugaan tindak pidana korupsi. Dalam kasus gagal bayar di Bank 9 Jambi, senilai Rp 310 miliar. Hari Selasa kemarin, (5/9/2023) sekitar pukul 14.00 WIB mulai digelar di Pengadilan Tipikor Jambi, dengan agenda mendengar Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Jambi. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ronald Salnofri.
Kasus dugaan gagal bayar di Bank 9 Jambi ini, sempat berjalan alot. Setelah Tim Tipikor Kejaksaan tinggi (Kejati ) Jambi menetapkan 4 tersangka, diantaranya Direktur Utama (Dirut) Bank 9 Jambi YE dan tiga orang lainnya ; 1. DS, 2. AI, 3. LD, tetapkan sebagai DPO. Kemudian Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, pada hari Selasa (9/05/2023) melakukan penahanan, terhadap YE, DS, dan AI, di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Jambi.
Selama dalam penahanan, Penyidik Kejati Jambi berhasil menyita uang sebesar Rp 23,7 miliar dari 32 rekening deposito dan empat rekening tabungan milik tersangka YE, dan lahan tanah satu bidang di Kenali Besar, Kota Jambi, 2 bidang tanah dan bangunan di Desa Mendalo dan Desa Sungai Duren, Kabupaten Miarojambi, dan satu bidang tanah seluas 16.000 m2 di Desa Nibung Putih, Kecamatan Muara Sabak Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Terkait dengan adanya penyitaan uang dan lahan tanah dan bangunan yang dilakukan oleh Penyidik, dari Kejati Jambi itu, tersangka dugaan kasus korupsi gagal bayar MTN Bank 9 Jambi, YE yang didampingi Tujuh (7) Penasehat Hukumnya mengajukan gugatan (Praperadilan) ke PN Kota Jambi, namun dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jambi, hakim tunggal praperadilan Situngkir menolak praperadilan dari tersangka YE.
Dalam putusannya, hakim tunggal praperadilan Situngkir menilai dan menyatakan. “ Penyelidikan, maupun Penyidikan, hingga Penyidik dari Kejati Jambi menetapkan YE menjadi tersangka, hingga dilakukan penahanan terhadap YE, sudah sah menurut hukum. Dari itu permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon (YE) haruslah ditolak.” Jelas hakim tunggal praperadilan Situngkir, dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negri Kota Jambi, pada hari Rabu, (12/07/2023).
Tersangka YE, untuk kali kedua kembali mengajukan gugatan praperadilan, ke Pengadilan Negri Kota Jambi. Terkait adanya sangkaan penyidik kejati jambi (termohon) telah berbuat sewenang-wenang dan arogan dalam membuka safe deposit tanpa persetujuan pemohon, dan barang bukti uang, bangunan di Bintaro, Tangerang. Tidak ada hubungannya dengan kasus korupsi dan tppu, dan pengajuan gugatan praperadilan dari termohon YE ini diterima oleh Pengadilan Negi Kota Jambi, kemudian disidangkan.
Dalam sidang praperadilan kali ini, termohon diwakili okeh Jaksa Susi Indriyani, Tito dan Risma, dari Kejati Jambi, saling bergantian menerangkan, atas pertanyaan hakim tunggal Otto Edwin, sehubungan barang bukti penyitaan yang dilakukan tim penyidik dari Kejati Jambi, atas uang dan lahan tanah milik YE, tidak dilakukan sewenang-wenang, melainkan atas dasar ijin sita dari Ketua Pengadilan Negeri Jambi. “ Tim Penyidik Kejati Jambi melaksanakan fungsi tugasnya sesuai prosedur yang berlaku,” kata Jaksa Susi Indriyani, Tito dan Risma, dalam sidang praperadilan ketika itu.
Pada hari Kamis. 10 Agustus 2023. Hakim tunggal Otto Edwin yang menangani Praperadilan ke dua dalam amar putusannya yang dituangkan dalam surat keputusan perkara Nomor : 10/Pid.Pra/2023/PN Jmb menetapkan/ memutuskan, menolak eksepsi Pemohon YE untuk seluruhnya. Guna meneruskan tuntutan perkara ini, akhirnya Kepala Kejaksaan tinggi (Kajati) Jambi Arlan Suherlan menyerahkan perkara ini pada Kepala Kejaksaan Negeri Kota Jambi.
Terkait dengan pelimpahan penanganan kasus dugaan gagal bayar di Bank 9 Jambi, senilai Rp 310 miliar, dari penyelidikan, penyidikan yang semula ditangani tim dari Kejati Jambi, dilimpahkan pada Kejari Kota Jambi, untuk penanganan perkaranya. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jambi M.N Ingratubun, SH., MH menunjuk 14 orang JPU. Pada hari Selasa kemarin, (5/9/2023) majlis hakim Tipikor diketuai Ronald Salnofri telah menggelar sidang perdana. Dengan agenda, mendengar dakwaan dari JPU.
Dalam persidangan ke 14 orang JPU dari Kejari Kota Jambi, diantaranya ; 1. Sulasman, S.H., M.H, 2. Albertus Roni Santoso, S.H., M.H, 3. Insyayadi, S.H, 4. Dr. Robertson, S.H., M.H, 5. Soemarsono, S.H.,M.H. 6. Dr. Fachrul Rozi, S.H., M.H, 7. Noraida Silalahi, S.H., M.H, 8. Susy Indriyani, S.H.,MH. 9. Dian Susanty, S.H., M.H, 10. Dian Maretta, S.H, 11. Nurhaqiqi, S.H, 12. Teti Kurnia Ningsih, S.H.,M.J, 13. Tito Supratman, S.H, 14. Risma Sukma Dewi, S.H.,M.H, secara bergantian membacakan surat dakwaannya kepada tiga tersangka, 1. YE, 2. DS, 3. AI.
Menurut JPU, dalam surat dakwaanannya mengatakan. Bank 9 Jambi telah melakukan pembelian surat utang jangka menengah yang diterbitkan oleh PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (PT SNP), melalui aranger/agen PT. MNC Securitas, berupa Medium Term Note (MTN). Tanpa menerapkan unsur kehati hatian. Tahap pertama di tahun 2017, sebesar Rp 50 Miliar (M). Tahap ke II, tahun 2017 sebesar Rp 48 M, tahap ke III di tahun 2018 Rp 100 M, tahap ke IV tahun 2018 sebesar Rp 32 M.
Akibat dari Pembelian MTN tahun 2017, Seri A, nominal Rp 48 M, menimbulkan masalah. PT SNP seharusnya tiga kali membayar, namun hanya dibayar satu kali dan dua kali Gagal bayar, pada saat jatuh tempo, tanggal 30 Oktober 2018. Pembelian MTN seri B, Rp 50 M, pada tanggal 27 Desember 2017 mengalami permasalahan pembayaran, harusnya dibayar delapan kali, hanya dibayar tiga kali. Sisanya Gagal bayar, pada saat jatuh tempo tanggal 28 Februari 2019.
“ Diduga karena tidak melaksanakan Prosedur Oprasi Standar (SOP) internal perbankan, sebagaimana Surat Keputusan Direksi PT Bank Pembangunan Daerah Jambi (Bank 9 Jambi Nomor : 40- 2012, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14 /15 / PBI/ 2012, tanggal 24 Oktober 2012. Terkait Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1). Tentang Penyediaan dana perbank, wajib melaksanakan prinsip kehati-hatian. Sehingga Bank 9 milik Pemda Jambi mengalami gagal bayar, sebesar 310Miliar dari pembelian MTN itu,” kata JPU dalam dakwaannya.
Menurut ke 14 JPU, dalam dakwaannya di pengadilan Tipikor Kota Jambi. Peristiwa pembelian MTN dari PT SNP itu terjadi pada tahun 2017- 2018, ketika YE masih menjabat sebagai Direktur Pemasaran di Bank 9 Jambi, dan saat ini YE menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) Bank 9 Jambi. “ Hal terjadi , diduga keras karena lemahnya pengawasan/ pemantauan terhadap transaksi pembelian MTN yang diamanatkan dalam SOP Perbankan, dan ketentuan dari Bank Indonesia (BI),” kata JPU.
Karena dinilai tidak menerapkan metodologi dan prosedur manajemen dalam proses pembelian surat utang (MTN), ke 4 orang tersangka ini, 1. YE, 2. DS, 3. AI, dan 4. LD, masih DPO. Diancam oleh JPU dengan Pasal 2 jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999. Sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Subsider), dan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan primer.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Alberttus Roni Santoso dihadapan ketua Majelis Hakim Tipikor Ronald Salnofri juga mendakwa YE, dengan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Setelah sidang digelar, kuasa hukum terdakwa YE (Zulfikar) menilai dan mengatakan, gratifikasi rumah yang diucapkan JPU, diterima oleh terdakwa YE, pasca kesepakatan jual beli MTN itu dinyatakan oleh Zulfikar tidak benar.
“ Dalam dakwaan JPU jelas-jelas menyatakan, kasus mantan Dirut Bank Jambi (YE), merupakan kasus korupsi, namun kenapa semuanya dibebankan pada YE seorang. Padahal, menurut Zulfikar. Persetujuan pembelian MTN itu melibatkan banyak pihak, termasuk Dirut Bank Jambi kala itu ikut andil, sehingga terjadinya pencairan dana dari Bank 9 Jambi, kepada PT SNP, melalui agen PT MNC Sekuritas. Sedangkan YE ketika itu menjabat sebagai Direktur Pemasaran,” kata Zulfikar.
Selain itu, Zulfikar juga mengatakan. “ JPU dalam dakwaannya juga mengatakan dan mengakui bahwa , PT SNP sudah tidak sehat pada saat hendak dilakukannya jual beli MTN pada Bank 9 Jambi. Lalu ditutupi dengan rekayasa data oleh PT SNP dan MNC. Dengan demikian berarti, dalam kasus ini telah terjadi manipulasi, menggunakan laporan keuangan palsu, untuk melakukan penipuan dan Bank 9 Jambi sengaja membeli surat utang jangka menengah yang diterbitkan pada tahun 2017 sampai dengan 2018 itu.”
” Kalaupun memang ada kesalahan terhadap klien kami (YE), mengapa hanya ia (YE) yang ditetapkan sebagai tersangka dan didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU. Semestinya, pada proses pembelian MTN oleh Bank 9 Jambi, banyak melibakan kalangan pihak. Termasuk Direksi dan Direktur Utama Bank 9 Jambi, lalu kenapa hanya klien kami (YE) yang statusnya pada waktu itu menjabat sebagai direktur pemasaran, dijadikan tumbal,” tegas Zulfikar pada awak media, (Redaksi).