Niagaindo.com, Jambi- Drs. H. Arpani, Anggota Tim Ahli Gubernur Jambi Bidang Keuangan Daerah, hari ini Senin (4/11/2024) mengcounter adanya isu yang mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025 terjadi penurunan sebesar Rp 833 miliar. Menurut Arpani, belum tentu semuanya itu akurat dan benar.
Merespons artikel yang diterbitkan Pada tanggal 3 November 2024 oleh sejumlah Medsos lokal, Jambi. Kami aggap perlu melakukan Klarifikasi, untuk memastikan publik memperoleh informasi yang akurat dan tidak disesatkan oleh pernyataan-pernyataan pembenci (haters) yang seringkali hanya berdasarkan asumsi, tanpa menggunakan data dan informasi yang valid.
“ Penilaian penurunan APBD 2025 ini dinilai terlalu dini, mengingat Rancangan APBD (RAPBD) 2025 masih dalam tahap pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara) masih di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jambi. Selanjutnya akan dibahas dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) yang dijadwalkan melalui rapat Badan Musyawarah (Bamus).”
Lebih jauh, Anggota Tim Ahli Gubernur Jambi Bidang Keuangan Daerah (Drs. H. Arpani) menjelaskan. Rancangan KUA- PPAS, untuk APBD 2025 sebesar Rp. 4,36 T. Jika hal yang sama dibandingkan dengan Tahun 2024. Sebesar Rp.4,32 T, maka Rancangan APBD tahun 2025 mengalami peningkatan. Oleh karena itu, jika ingin membandingkan harus “apple to apple,” jangan menggunakan statistic comparative.
Sekedar untuk diketahui, total dana perimbangan Provinsi Jambi tahun 2024 sebesar Rp. 2,42 triliun itu terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp. 380,3 milliar, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp. 1,38 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp. 667,38 milliar. Hingga bulan Juni 2024, total dana perimbangan yang sudah direalisir mencapai Rp. 1,29 triliun atau 53,3%.
Drs. H. Arpani juga menjelaskan, tentang DBH, telah disalurkan sebesar 89,37%%, DAU sudah disalurkan sebesar 52%, dan DAK sudah disalurkan sebesar 35,5%. Secara keseluruhan pengelolaan dana sudah baik. Hanya alokasi DAK yang masih rendah, hal ini akan di lalakukan koordinasi pada Pemerintah Pusat. Agar bisa dialokasikan lebih intensif.
Menurut Drs. H. Arpani, kalau penulis Artikel yang mengatakan APBD Provinsi Jambi tahun 2025 terjadi penurunan sebesar Rp. 833 miliar. Berdasarkan Perbandingan dengan APBD tahun 2024, dinilainya kurang tepat. Alasannya, APBD Murni (anggaran awal yang disahkan dalam APBD 2024), di pertengah tahun ada Perubahan Penyesuaian Anggaran (PPA), sebagai tambahan Anggaran.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, Provinsi Jambi berhasil mendapatkan tambahan dana perimbangan dari Selisih (Kurang Salur) sebesar Rp. 77 miliar. Potensi semacam ini terjadi, karena adanya kenaikan harga minyak mentah Indonesia, seprti Crude Price (ICP). Dari harga rata-rata ICP sebesar USD77,12 per barel, pada Bulan Januari 2024, harganya meningkat jadi USD80,09 per barel.
Untuk tahun 2025 mendatang, diprediksikan terjadinya kenaikan DBH, dari kenaikan harga minyak dunia, sebagai dampak dari konflik di Timur Tengah. Harga minyak memperpanjang kenaikan pada Jumat (1/11/ 2024), meningkat lebih dari US$1 per barel. Harga minyak mentah Brent naik US$1,39, atau 1,9%, selain itu kemungkinan juga akan terjadi kenaikan pada minyak mentah West Texas Intermediate, kata Arpani.
Anggota Tim Ahli Gubernur Jambi Bidang Keuangan Daerah, Drs. H. Arpani juga menerangkan, dana perimbangan, merupakan salah satu komponen penting dalam APBD yang berfungsi untuk mendukung desentralisasi fiskal dan pemerataan pembangunan antar daerah. Dana ini dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Terutama untuk: (1) membiayai tugas dan kewenangan yang telah dialihkan dari pusat ke daerah; (2) Mengurangi ketimpangan dan kemiskinan untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunan; dan (3) membiayai proyek-proyek yang menjadi prioritas nasional, juga bagi daerah. Penggunaannya dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Ketidakmampuan dalam mempertanggungjawabkan dana tersebut, dapat menimbulkan masalah serius, termasuk sanksi hukum dan kerugian bagi keuangan daerah, serta merusak kepercayaan antara pemerintah pusat dan daerah. Oleh karena itu, integritas dan ketelitian dalam pengelolaan dana menjadi sangat penting untuk menjaga keberlanjutan program dan kepercayaan publik
Menurut Arpani, berdasarkan Pasal 285 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pendapatan daerah terdiri dari tiga komponen utama: (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang mencakup pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan pendapatan sah lainnya; (2) Pendapatan transfer; dan (3) Lain-lain pendapatan yang sah. Dengan kewenangan ini, daerah memiliki hak mengelola sumber daya keuangannya.(Adv)*